Sabtu, 27 Februari 2010

PW-018 Penyembah yang benar itu mempersembahkan diri

PW-018 Penyembah Yang Benar itu Mempersembahkan Dirinya----Home-----Artikel

Penyembahan itu bukan hanya sikap tetapi masalah hati. Adanya roh yang hormat dan kagum kepada Allah, kepada pikiran-pikiran-Nya dan jalan-jalan-Nya. Itu bukan sekedar nyanyian, dan tanpa dibatasi oleh tersedianya waktu yang ada di suatu kebaktian atau pertemuan gereja. Jika kita punya persepsi seperti ini tentang penyembahan, kita harus mengubahnya!
Penyembahan, penyembahan benar, meninggalkan ‘kehidupan-diri’ dan keinginannya agar bisa memeluk pemikiran dan jalan-jalan Dia, yang dianggap punya derajad dan tempat serta posisi dan keunggulan yang jauh lebih tinggi, dan sangat dimuliakan. Penyembahan itu gayahidup kehidupan dengan hati yang berlutut di hadirat Allah, dengan seluruh pendengaran dan penglihatan terbuka agar bisa mendengarkan suara-Nya dan menangkap penglihatan dan kesan tentang Siapa Dia sebenarnya. Tetapi ingat, kedalaman-penyembahan tidak bisa mengganti kedalaman-pewahyuan kita. Yang satu merupakan hasil dari yang lain. Kedalaman- pewahyuan kita tidak akan pernah melebihi tingkat ketaatan kita.
Dengan mengingat kedua hal di atas, ada sesuatu yang aneh dari suatu kisah – bagaimana ibu anak-anak Zebedeus mendatangi Yesus dengan permintaan ‘khususnya’ untuk kedua anaknya, Yakobus dan Yohanes – alias ‘anak-anak guruh’. Apa mereka ingin membuat keributan sendiri di antara kedua murid yang sudah dipilih!
Matius 20:20 menuliskan, ‘Maka datanglah ibu anak-anak Zebedeus serta anak-anaknya itu kepada Yesus, lalu sujud di hadapan-Nya untuk meminta sesuatu kepada-Nya.’
Menyembah Allah itu bukan karena ada yang kita inginkan dari Dia, tetapi karena kerinduan kita akan Dia. Menyembah Allah bukan karena apa yang bisa kita peroleh dari Dia, atau akan menjadi apa kita. Penyembahan kepada Allah itu adalah karena ‘kecanduan’ kita akan Dia, karena Siapa Dia sesungguhnya, dan melihat Dia, dan menginginkan Dia – seperti Dia menginginkan kita. Ini tidak ada kaitannya dengan apa yang kita rasa Dia akan lakukan untuk kita, karena ini merupakan tanggapan supra-alami kita akan kasih-Nya kepada kita.
Kerajaan Yesus itu bekerjanya tidak seperti Kerajaan Dunia
Seperti apa yang dilakukan oleh ibu kedua anak Zebedeus, bila kita punya suatu pamrih, sesuatu keinginan ‘diri-sendiri’ yang terlibat dalam penyembahan kita, penyembahan itu akan tercemar, melenceng, dan segera menghentikan persepsi akan realita Allah yang sebenarnya. Ini dipengaruhi oleh ‘hal-hal’ yang kita kejar dan yang kita rasakan, sehingga sepertinya kita punya hak untuk menuntut Allah. Sesungguhnya ini tidak lebih daripada kuasa ‘pemberhalaan-diri’ dan / atau ‘posisi’ yang kita anggap Allah telah berhutang kepada kita. Segala sesuatu dan semua pengharapan masa depan yang kita rasa bisa menjamin perlindungan ‘diri’ harus kita singkirkan agar tidak mencemari gairah kita untuk bisa mengenal Yesus dan kuasa kebangkitan-Nya, serta menemukan kebenaran yang hanya bisa diterima melalui anugerah-Nya saja! Perhatikan bagaimana permintaan dan jawaban Yesus di Matius 20:21-28, ‘Kata Yesus: "Apa yang kaukehendaki?" Jawabnya: "Berilah perintah, supaya kedua anakku ini boleh duduk kelak di dalam Kerajaan-Mu, yang seorang di sebelah kanan-Mu dan yang seorang lagi di sebelah kiri-Mu." Tetapi Yesus menjawab, kata-Nya: "Kamu tidak tahu, apa yang kamu minta. Dapatkah kamu meminum cawan, yang harus Kuminum?" Kata mereka kepada-Nya: "Kami dapat."
Yesus berkata kepada mereka: "Cawan-Ku memang akan kamu minum, tetapi hal duduk di sebelah kanan-Ku atau di sebelah kiri-Ku, Aku tidak berhak memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa Bapa-Ku telah menyediakannya." Mendengar itu marahlah kesepuluh murid yang lain kepada kedua saudara itu. Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: "Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu; sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." Dengan kata lain Yesus mengatakan, ‘Kamu sama sekali tidak punya petunjuk dengan apa yang engkau minta kepada Saya! Kau lihat ayah Yakobus dan Yohanes itu, Zebedeus, adalah orang yang terkemuka, meskipun ‘hanya seorang nelayan’. Dia punya paling tidak dua perahu dan mempekerjakan pembantu-pembantu, sehingga nelayan merupakan bisnis yang bagus bagi Zebedeus.’ Zebedeus berarti ‘kelimpahan’ dan ‘bagian’. Jadi, ini adalah seorang pria yang keluarga dan bisnisnya tidak akan dirusak oleh apapun.
Ibu Zebedeus berpikir seperti Salome, sekedar untuk meyakinkan bahwa anak-anak lelakinya tidak menjadi ‘yang tersisa’ karena sudah meninggalkan ayahnya di perahu dengan para pekerjanya hanya untuk mengejar ‘Nabi dari Nazaret’. Salome berarti ‘suka-damai; sempurna; dan yang menerima imbalan.’ Cukup menarik, dan benar berdasarkan namanya, dia ingin mendapat imbalan apa yang akan diberikan kepada anak-anaknya dengan menjadi murid-murid Yesus. Dia sedang mencari kedamaian berdasarkan pemahamannya, meskipun Kerajaan Yesus itu tidak berjalan seperti kerajaan dunia manapun, termasuk kekuatan yang mendorong di balik itu semua (perhatikan ayat 25-28 di atas).
Mengenal Diri Seseorang dengan Kerinduan Allah Saja
Apa arti jawaban Yesus tehadap ‘penyembahan’ Salome dan ‘permintaan khususnya’? Mari kita lihat beberapa hari sebelum terjadi penyaliban Yesus. Matius 27:27-31, 35-38, 55-56, ‘Kemudian serdadu-serdadu wali negeri membawa Yesus ke gedung pengadilan, lalu memanggil seluruh pasukan berkumpul sekeliling Yesus. Mereka menanggalkan pakaian-Nya dan mengenakan jubah ungu kepada-Nya. Mereka menganyam sebuah mahkota duri dan menaruhnya di atas kepala-Nya, lalu memberikan Dia sebatang buluh di tangan kanan-Nya. Kemudian mereka berlutut di hadapan-Nya dan mengolok-olokkan Dia, katanya: "Salam, hai raja orang Yahudi!" Mereka meludahi-Nya dan mengambil buluh itu dan memukulkannya ke kepala-Nya. Sesudah mengolok-olokkan Dia mereka menanggalkan jubah itu dari pada-Nya dan mengenakan pula pakaian-Nya kepada-Nya. Kemudian mereka membawa Dia ke luar untuk disalibkan. Sesudah menyalibkan Dia mereka membagi-bagi pakaian-Nya dengan membuang undi.Lalu mereka duduk di situ menjaga Dia.Dan di atas kepala-Nya terpasang tulisan yang menyebut alasan mengapa Ia dihukum: "Inilah Yesus Raja orang Yahudi."
Bersama dengan Dia disalibkan dua orang penyamun, seorang di sebelah kanan dan seorang di sebelah kiri-Nya. Dan ada di situ banyak perempuan yang melihat dari jauh, yaitu perempuan-perempuan yang mengikuti Yesus dari Galilea untuk melayani Dia. Di antara mereka terdapat Maria Magdalena, dan Maria ibu Yakobus dan Yusuf, dan ibu anak-anak Zebedeus.'
Ingat apa yang diminta Salome? Bahwa kedua anaknya bisa duduk, yang satu di sebelah kanan Yesus dan yang lain di sebelah kiri-Nya, di Kerajaan-Nya? Sewaktu dia berdiri disana, di dekat Kalvari, memperhatikan dari jauh, kita hanya bisa membayangkan bagaimana terkejut, ngeri, dan tercengangnya dia saat tersingkapnya pemahaman apa arti ‘duduk di Kerajaan-Nya’. Dia melihat Yesus memakai ‘mahkota’ seperti setiap raja lakukan, dengan satu pria ‘duduk’ di sebelah kanan-Nya, dan yang lain di sebelah kiri-Nya.
Oh, bagaimana sukacitanya dia mengetahui bahwa yang ada di sebelah kiri dan kanan Yesus saat disalibkan itu bukan kedua anaknya! Bagaimanapun juga kita perlu ingat bahwa sejak saat itu dan sampai sekarang suara-suara dan pengaruh ‘anak-anak guruh’ tetap terdengar, dan ada. Ibu anak-anak Zebedeus di hari itu punya pewahyuan tentang apa arti penyembahan itu! Dia menemukan bahwa penyembahan itu merupakan pengenalan total tentang diri seseorang dilandasi oleh kerinduan Allah terhadap orang lain, dan hanya kerinduan Allah saja! Inilah tempat dimana ‘diri-sendiri’ seluruhnya di persembahkan sampai mati, sehingga kepenuhan Kehidupan Sejati bisa ditemukan. Inilah penyembahan itu!
Disadur bebas Iskak Hutomo dari In True Worship ‘Self’ is Sacrified oleh John Sielski

Tidak ada komentar:

Posting Komentar